Thursday, June 30, 2016

[Review] Pengabdi Setan (1980)

Judul: Pengabdi Setan 
Sutradara: Sisworo Gautama Putra
Produser: Sabirin Kasdani, Subagio S
Cerita: Subagio S
Skenario: Sisworo Gautama Putra, Imam Tantowi
Pemain: W.D Mochtar, Ruth Palupessy, HIM Damsyik, Fachrul Rozy, Siska Karabety
Distributor: Rapi Films (Indonesia), Brentwood Home Video (AS)


Sinopsis:
Tommy (Fachrul Rozy) mengalami kesedihan mendalam sepeninggal sang Ibu. Berlatar belakang dari keluarga yang jauh akan ilmu agama membuat dirinya beserta sang kakak Rita (Siska Karabety) juga sang Ayah Hendarto (W.D Mochtar) kerap mengalami gangguan-gangguan gaib ditambah  Tommy yang sempat terperosok ke dunia hitam. Satu per satu korban berjatuhan.


Review:
Dulu, saat saya SD. Saya ingat ada film yang bikin saya takut tidur. Yang saya ingat adalah penampakan yang memanggil-manggil di jendela dan semacam zombie yang mengejar-ngejar. Baru belakangan saya tahu film yang saya tonton saat itu adalah salah satu film horror terkenal dimasanya dan sampai ke dunia internasional, adalah Pengabdi Setan.


Tidak menutup kemungkinan kita sebagai orang awam yang sudah banyak melahap film-film kekinian akan merasa lucu dibeberapa adegan karena memang gaya film pada masa itu. Saya ga bisa membohongi diri bahwa saya juga sempat kegelian dibeberapa adegan. 
Tapi di luar itu, saya bisa merasakan keseriusan sang sutradara dalam memberikan tontonan horror. Tanpa bumbu humor dan seksi.

Murni horror.

Pakem-pakem horror yang kita sering temui di film-film horror sekarang, ternyata sudah ada terlebih dulu melalui film ini. Pikir saya, "anjrit, udah kepikiran aja bikin plot kayak gini".
Masih banyak scene horror yang bukan main rese'nya. Seperti penampakan memanggil-manggil di jendela, mayat hidup yang menggotong Mr. Pocy dsb.

Ada tiga karakter yang mencuri perhatian saya. Pertama, Darminah (Ruth Palupessy) yang kuat sekali aura misteriusnya meski tidak dimake-up seram, HIM Damsyik yang tidak disangka dapet banget peran horornya, dan W.D Mochtar yang tidak terlihat sedang ber-acting memerankan tokoh Hendarto.

Bukan maen!

Tidak disangka kalo film ini juga sarat akan pesan dakwah. Bahwa kesuksesan bukan hanya membangun fisik saja, tetapi juga mental spiritual serta agama. Khususnya ajakan untuk mendirikan shalat dan mengaji. Kemudian jangan mengikuti langkah-langkah setan karena setan adalah musuh yang nyata, serta pentingnya untuk hafal ayat kursi.

Pengabdi Setan adalah film penting bagi kamu pecinta film horror. Keren euy Indonesia punya film kayak gini.
Salut!

Tuesday, June 21, 2016

[Review] Finding Dory


Judul: Finding Dory
Sutradara: Andrew Stanton
Produser: Lindsey Collins
Penulis: Andrew Stanton
Pemain: Ellen DeGeneres, Albert Brookes, Ed O'Neil, Hayden Rolence, Kaitlin Olson
Distributor: Walt Disney Studios Motion Pictures


Sinopsis:
Seketika Dory teringat bahwa ia memiliki orang tua dan bertekad ingin segera mencarinya. Kecemasan Merlin dan Nemo akan sifat Dory yang pelupa membawa mereka harus mencari Dory dalam petualangannya.


Review:
Yak! Satu kata untuk memulai review.
Loveable.
Dua kata deh.
Loveable banget.
Secara plot masih 11-12 dengan Finding Nemo dengan tambahan maju-mundur oleh flashback karena fokus utama kali ini adalah menggali ingatan-ingatan Dory. Banyak karakter baru yang lucu-lucu dan menggemaskan. Untuk kemegahan grafisnya, JUARA. Apalagi saat scene "open ocean" yang manjain mata banget.

Selain kekocakan yang bakal ngocok perut kamu, Finding Dory juga memiliki beberapa  pesan moral yang kita bisa ambil. Seperti tentang arti persahabatan, arti keluarga dan kepercayaan diri untuk berani mengambil tindakan. Ditambah sarat akan bumbu ilmu pengetahuan tentang biota laut.

Diantaranya: anemone itu ternyata memiliki sengat, jumlah jantung dan tentakel serta kemampuan kamuflase yang dimiliki gurita, dan yang paling kentara adalah sistem sonar ekolokasi yang dimiliki oleh seekor paus beluga .

Siap-siap lah untuk terbuai oleh keindahan gambar, warna-warni biota laut, kehangatan persahabatan, kekocakan dan gemes sendiri oleh spesies lainnya di Finding Dory. Ada rasa nostalgia tersendiri untuk yang mengikuti Finding Nemo tiga belas tahun silam.

Oh iya, film pendek animasi pembuka yang berjudul Piper juga jangan sampai terlewat. Bagus banget. 
Disney-Pixar emang juara.
Finding Dory bikin saya baper... 
Personally :')
Thanks, Disney


P.S: Saya telat tahu kalo ternyata terdapat credit scene diujung film :( Jangan buru-buru keluar bioskop ya.

Saturday, June 18, 2016

[Review] Dead Silence



Judul: Dead Silence
Sutradara: James Wan

Produser: Mark Burg, Gregg Hoffman, Oren Koules, Peter Oillataguerre

Penulis: Leigh Whannell, James Wan
Pemain: Ryan Kwanten, Amber Valletta, Donnie Wahlberg, Bob Gunton, Michael Fairman, Laura Regan.
Distributor: Universal Pictures



Sinopsis:
Jamie (Ryan Kwanten) melakukan perjalanan ke kampung halaman guna mencari jawaban atas kematian sang istri yang tidak wajar setelah kehadiran bonek misterius di rumahnya. Apakah ini ada hubungannya dengan legenda Mary Shaw sang ventrilokuis yang terkutuk?



Review:
Sebelum saya memulai review, perlu diingat bahwa saya menonton film ini setelah saya sudah mengenal James Wan dan sudah menonton karya-karyanya setelahnya. Jadi memang sudah tidak asing lagi dengan cara James Wan meneror batin hingga menakut-nakuti kita. Meski tergolong masih ampuh.

But, Hey! Ini saja setelah saya kenal dan menonton karya-karya setelahnya. Bagaimana rasanya jika saya menontonnya di waktu itu? Di waktu filmnya baru rilis, di waktu saya belum tau James Wan, di waktu saya belum menonton karya-karyanya setelahnya seperti Insidious, Insidious 2, Conjuring dan Conjuring 2.


Memang sepertinya James Wan punya ketertarikan sendiri dengan boneka-boneka menyeramkan. Jauh sebelum kita mengenal Annabelle, James Wan sudah mengenalkan kita dengan boneka Jigsaw melalui film pertamanya yang fenomenal, SAW.
Mungkin ini alasan James Wan memilih nama @creepypuppet sebagai akun Twitter dan Instagramnya. Sejurus kemudian, rasa takut akan boneka akan dikencangkan melalui film ini.

Kita tidak dibikin lama menunggu. Kengerian demi kengerian sudah dihadirkan di menit-menit awal. Sejenak jeda diberikan untuk kita mengenal latar belakang karakter Jamie, keluarganya, dan kampung halamannya.
Nuansa creepy klasik memang kental sekali di film ini. Tidak hanya mengandalkan efek jump scare, tapi juga melalui horor psikologis. Melihat bonekanya saja (di film ini bernama Billy) seakan memang "hidup". Meski boneka disini tidak frontal hidup seperti Chucky.

Namun, bukan kengerian itu yang Billy berikan.


Bagi kamu yang memiliki phobia boneka rasanya akan merasa tidak nyaman selama film diputar. Bagi yang tidak punya? Kayaknya minimal jadi takut tidur dengan boneka (yang selalu diam-diam melihat kamu sewaktu tidur). Belum lagi elemen lain seperti suara cengengesan anak kecil, lirikan-lirikan boneka, dan lainnya lagi yang tidak ingin saya umbar demi keasikan kamu menonton nanti. Tokoh horror adalannya pun juga rese'. Tidak kalah rese' dari Black Bride (Insidious), Bathseba (Conjuring 1), dan Valak (Conjuring 2).


Kekurangan dari film ini kayaknya terdapat di salah satu atau dua pemainnya saja. Seperti sang detektif yang rasanya sekedar "batu sandungan" saja guna membuat konflik biar cerita ga lempeng-lempeng amat, dan akting Kwanten yang biasa saja. Tapi dua itu kayaknya tidak akan diindahkan tertutup dengan treatment horror yang ada.


Bagian naskah yang paling saya suka adalah saat flashback menceritakan sang legenda ventrilokuis dan kesimpulan di akhir film yang tidak disangka mengejutkan!
Kalo kamu suka film horror dan terkesima dengan film-film horror James Wan seperti Insidious dan Conjuring, rasanya amat disayangkan kalau Dead Silence terlewati begitu saja.


Beware the stare of Mary Shaw...
She had no children only dolls...
If you ever see her in your dreams...
Be sure you never ever scream...



Monday, June 13, 2016

[Review] The Conjuring 2

Judul: The Conjuring 2
Sutradara: James Wan
Produser: Peter Safran, Rob Cowan, James Wan
Penulis: James Wan, Chad Hayes, Carey Hayes
Pemain: Vera Farmiga, Patrick Wilson, Frances O'Connor, Madison Wolfe, Simon McBurney, Franka Potente, Lauren Esposito
Distributor: Warner Bros. Pictures


Intermezzo:
Dulu, sekitar tahun 2007 jauh sebelum mengenal James Wan. Saya sempat iseng menyewa vcd berjudul Dead Sentence di rental vcd original di daerah Tembalang Semarang. Film dengan genre action-crime-thriller (plus revenge) yang dibintangi Kevin Bacon ini tidak disangka menarik juga! Hingga akhirnya nama sutradara James Wan sudah tidak bisa dipandang sebelah mata lagi seperti sekarang. Terbukti beberapa karyanya yang berhasil menjadi fenomenal. Berawal dari SAW (yang saya sendiri ga tau lagi sudah jadi berapa sequel), lalu Insidious, kemudian Conjuring. Jangan lupakan juga Dead Silence. Tiap karyanya seakan menjadi pemuas dahaga para pecinta horor. Bukan hanya horor, James Wan juga berhasil saat dipercayai memegang franchise ke-7 Fast Furious tahun lalu. Kalau begini bukan ahli horor saja, tapi julukan ahli adrenalin rasanya patut disematkan ke sutradara satu ini. Dengar-dengar, bangku sutradara Aquaman dari DC Comic Universe juga akan diduduki olehnya (Yes!).
Mendengar Conjuring akan dibuatkan sequel-nya dan mengetahui bangku sutradara kembali diduduki oleh orang yang sama sudah barang tentu menjadi bulan-bulan para pecinta horor.


Sinopsis:
Sebuah keluarga di Enfield Inggris mengalami gangguan dari makhluk halus di kediamannya. Membuat pasangan cenayang ternama Ed dan Lorraine Warren diminta kembali menyelidiki dan kemudian terpanggil untuk menyelesaikan kasus tersebut disaat Lorraine ingin  berhenti. Apakah Ed dan Lorraine berhasil menyelesaikan kasus yang katanya kasus terberat mereka, di tengah masyarakat yang skeptis akan adanya dunia gaib? Apa yang sebenarnya "dilihat" Lorraine sehingga ia berubah drastis, suka mengurung diri dikamar, dan ingin berhenti?


Review:
Tema rumah berhantu dan kerasukan sudah banyak dipakai oleh film-film horor Hollywood. Bisa bermasalah jika naskahnya lemah dan hanya mengandalkan jump scared "basian" saja. Ditambah penampakan hantu yang terlewat narsis dan akhir cerita yang konyol (dipaksakan). Sehingga tujuan ke bioskop ingin ditakut-takuti jadi sirna lebih-lebih, ngantuk.


Pola menakut-nakuti di The Conjuring 2 sebenarnya masih sama, masih "James Wan" banget. Yang mengikuti karya horornya seperti Dead Silence, Insidious 1-2, dan Conjuring pasti sudah hapal gimana James Wan meneror rasa takut kita. Penampakan yang tidak terduga, ruang gelap yang bikin kita berimajinasi sendiri, suara-suara yang bikin gak nyaman, makhluk seram yang khas, dentingan mainan anak-anak, hingga lagu-lagu klasik yang menambah creepy suasana. Meski sudah hapal, elemen-elemen menakut-nakuti tersebut ternyata masih efektif membuat penonton resah. Mulai dari level menahan nafas, mencengkram pegangan kuat-kuat, sampai loncat dari bangku bioskop.

Jump scare-nya brengsek

Selain memiliki kuantitas menakut-nakuti yang lebih banyak, di Conjuring 2 ini juga lebih menguatkan fokus dramanya. Antara keluarga Hodgson sang client, dan juga hubungan antara Ed-Lorraine. Jadi kita lebih bisa peduli terhadap tiap karakter di film. Serta masih bisa-bisanya menyelipkan unsur komedi. Rasanya dua unsur ini adalah porsi kita untuk rehat sejenak mengambil napas. Selebihnya... Siap-siap saja.

Kalau masih ingat, di Conjuring pertama Ed pernah bilang kalau ada satu moment yang membuat istrinya Lorraine berubah. Menjadi suka melamun dan mengurung diri beberapa hari di kamar. Sesuatu yang membuat saya dongkol karena tidak langsung dijelaskan di Conjuring 1 . Akhirnya, di Conjuring 2 ini akan dijelaskan kenapa.

Mengingat film ini based on true story, kaget mengetahui fenomena poltergeist (benda-benda bergerak) yang biasanya kita temui di film atau reality show itu "malu-malu", disini bener-bener frontal. Seakan menantang untuk menunjukan eksistensinya kepada orang-orang yang skeptis terhadap perklenikan.

Tadinya ada yang sedikit membuat saya terganggu di Conjuring 2 karena adanya penggunaan CGI di salah satu karakter penampakan. Saya jadi merasa kurang "ditakuti" karena tau itu CGI. Tapi ternyata James Wan mengklarifikasi lewat twitter-nya kalo itu bukan CGI/stopmotion, tapi diperankan oleh orang asli bernama Javier Botet. Gokil!

Secara keseluruhan The Conjuring 2 tergolong berhasil sebagai film horor yang benar-benar solid. Benar-benar menjamu kehausan pecinta horor dengan sungguh-sungguh.

Kampret!

(Note: jangan buru-buru beranjak dari kursi bioskop. Karena ada rekaman wawancara asli saat Janet kerasukan dibarengi foto-foto dokumentasinya berbarengan dengan credit title)

Wednesday, May 25, 2016

[REVIEW] X-Men: Apocalypse

Judul: X-Men: Apocalypse
Sutradara: Brian Singer
Produser: Simon Kinberg, Lauren Shuler Doner, Bryan Singer
Penulis: Simon Kinberg, Bryan Singer, Michael Dougherty, Dan Harris
Pemain: James McAvoy, Michael Fassender, Jennifer Lawrence, Oscar Issac, Nicholas Hoult, Sophie Turner, Rose Byrne, Evan Peters, Tye Sheridan, Kodi Smit Mc-Phee, Olivia Munn, Ben Hardy, Alexandra Shipp
Distributor: 20th Century Fox


Sinopsis:
Setelah insiden atas Presiden Amerika yang melibatkan Magneto dan Raven di satu dekede sebelumnya, membuat Magneto menjadi mutan-buronan yang paling di cari. Membuatnya mengasingkan diri mencoba kehidupan baru yang lebih damai.
Sementara mutan pertama dan terkuat di muka bumi, En Sabah Nur, bangkit dari tidur lanjangnya dan berniat "membersihkan" bumi agar menjadi seperti sedia kala. Mengetahui hal ini dan dampaknya yang berarti "kiamat" membuat Prof Charles Xavier (James McAvoy) berserta jejeran mutan muda harus bahu membahu melawan mutan terkuat beserta para The Four Horseman-nya yang baru.

Review:
Seperti haram hukumnya untuk menilai film sebelum menyaksikannya langsung. Mau respon positif atau negatif yang keburu masuk telinga, tetap saja tidak boleh buru-buru ngejudge.
Begitu pula dengan X-Men: Apocalypse ini. Meski lebih dulu tayang di Indonesia, X-Men: Apocalypse sudah terlebih dulu mendapat kritikan miring dengan "rapot" jeblok di situs kenamaan pemberi rate film berlambangkan tomat itu. Saya sendiri sebenarnya sudah bisa mengira-ngira begitu lihat trailer-nya yang menunjukan hingar-bingar special efex komputer.
Tapi, saya masih mempertahankan ekspektasi saya terhadap film ini, tidak mau percaya begitu saja karena saya setia mengikuti franchise X-Men.
Terlebih ada sosok Olivia Munn yang memainkan mutan baru, Psylocke ehehee..

Dibuka dengan meyakinkan, suasana penduduk mesir yang sedang melakukan ritual terhadap penguasa terkuat sekaligus mutan pertama di bumi, bernama En Sabah Nur (Oscar Isaac). Pemandangan epic ini berhasil meyakinkan saya kalo ini bakal wah. Hingga akhirnya konstan dicekoki oleh visual efek-visual efek yang ruamenya bukan main. Beberapa malah terlihat masih kasar. 
Seperti terus-terusan diberi makanan enak. Pertama akan terasa enak. Asik. Tapi kalo udah kenyang dan dijejelin terus, apa yang bakal dirasain? 

Enek.

Tidak terbantu oleh sisi cerita yang juga lempeng-lempeng saja (memang alur waktu di Apocalypse lurus-lurus saja, tidak seperti Days of Future Past yang maju mundur). Konflik apa yang bisa diharapkan? Justru kisah dari Erik "Magneto" Lehnserr (Michael Fassbender) yang lebih bisa mencuri perhatian. Dibanding latar belakang mutan-mutan lainnya.
Keteteran karena begitu banyaknya superhero mutan? Bisa jadi.
Beberapa mutan juga tidak dimaksimalkan kehadiran dan kekuatannya. Baik mutan baik dan mutan jahat.

Serba nanggung.

Cuma aksi Peter "Quick Silver" Maximoff (Evan Peters) yang paling asik ruangnya disini. Kembali menjadi pencuri perhatian seperti yang dilakukannya di X-Men: Days of Future Past. 
Tokoh antagonis utama yang sedari awal menunjukan kalo sakti bukan main, juga berakhir begitu saja.

(Kenapa ga digituin aja sedari awal? Film jadi bisa langsung kelar di paruh pertama--pikir saya).


Bertambah kekecewaan saya mana kala Olivia Munn tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Hanya pemanis saja. Aksinya juga hilang begitu saja dibenak ingatan seperti cara hilangnya Psylocke di penghujung film yang BEGITU SAJA, setelah lebih banyak petantang-petenteng tebar pesona. Rasanya Snyder dengan Batman v Superman-nya masih bisa dimaafkan karena bisa memaksimalkan hadirnya Gal Gadot sebagai Wonder Woman. Siapa yang tidak ingat adegan saat Wonder Women jatuh, terus menyeringai bangkit melawan Doomsday? Hayooo...
Ya, penantian panjang saya terhadap kontribusi Olivia Munn di film ini pupus sudah :'(

Meski demikian tidak semuanya buruk kok. Seperti aksi menawan Quick Silver dibeberapa scene, juga akting Michael Fassbender yang bener-bener apik. Perhatikan deh. Memang aktor watak jempolan.
Kalo boleh membanding-bandingkan, saya sih lebih kecantol oleh dua film X-Men kepemimpinan Charles "McAvoy" sebelumnya, First Class dan Days of Future Past.

Sedikit trivia:
Ada yang lucu.
Terdapat dialog para murid saat keluar dari bioskop,

"the 3rd movie in any series is the worst"

Lha iya kalo berdasarkan urutan rilisnya:
X-Men
X-Men 2
X-Men III: The Last Stand
X-Men: First Class
X-Men : Days of Future Past
X-Men: Apocalypse.

Tapi kalo dirunut berdasarkan time line-nya, kan jadi:
X-Men: First Class
X-Men : Days of Future Past
X-Men: Apocalypse
X-Men
X-Men 2
X-Men III: The Last Stand

Nah loh! Sama-sama third movie :))
Bukan saya yang bilang lho yaa :D

Jangan buru-buru keluar begitu film rampung, karena terdapat satu credit scene setelah credit title benar-benar habis.

Monday, May 23, 2016

[REVIEW] My Stupid Boss

Judul: My Stupid Boss
Sutradara: Upi
Produser: Frederica
Penulis: Upi
Pemain: Reza Rahardian, Bunga Citra Lestari, Alex Abbad
Distributor: Falcon Pictures


Geleng-geleng sambil nyengir adalah respon pertama saya begitu melihat trailer dari film ini. Apa lagi kalo bukan atas ke-"gesrek"an Reza Rahardian memainkan karakter Boss yang "nyentrik" atau.... Unik ini.

Berkisah tentang Diana seorang istri yang tinggal di Malaysia karena keperluan suaminya bekerja. Merasa bosan karena menganggur 3 bulan membuat Diana ingin bekerja lagi. Singkat cerita, ia diterima sebagai kepala administrasi (Kerani - bahasa Malaysia) di suatu kantor milik orang Indonesia yang menamakan dirinya, Bossman. Kelakuan Bossman yang ajaib ini membuat Diana kesal, makan hati, sampai perang batin tiap harinya. Apakah Diana menyerah begitu saja?

Film yang di sutradari oleh Upi (30 Hari Mencari Cinta, Realita Cinta dan Rock n Roll, Belenggu) ini kembali mempertemukan Reza Rahardian - BCL kembali setelah menjadi pasangan yang serasi di film box office Habibi dan Ainun. 

Saya yakin, tujuan utama orang - atau katakanlah kebanyakan orang - untuk menonton film ini adalah ingin tertawa melihat Reza memerankan Tokoh Bossman ini. Gendut, kepala botak, berkumis lele, semena-mena, dan ngeselin.


Ya, terbayar.

Hampir di keseluruhan film, kita akan dibuat tertawa dan geleng-geleng oleh tingkah "semena-mena" Bossman terhadap Diana dan 4 karyawan lainnya. Gak peduli seberapa bosennya kamu melihat Reza lagi Reza lagi, kamu akan berhasil dibuai (dibikin kesel) oleh karakter yang Reza mainkan.


Tapi bukan tanpa celah. Mempunyai cerita yang datar adalah hal pertama yang saya rasakan. Memang ga ada konflik yang berarti banget selain hanya ikut merasakan kedongkolan Kerani Diana terhadap Bossman. Beruntung hal itu tertutupi oleh akting Reza yang "rusuh" itu. Toh setelah liat materi promonya, tujuan kita nonton film ini mengerucut menjadi ingin dibuat ketawa saja. 

Pemilihan beberapa track melayu sebagai musik pengiring juga pas. Apalagi saat scene musik Cindai itu. 
Disamping kekocakan yang diberi, tidak disangka My Stupid Boss juga memberikan moment menyentuh tanpa harus cengeng. Cukup dengan tatapan mata BCL dan juga dua dialognya yang masih terngiang-ngiang di kepala saya, yaitu:
"Pak.. Bapak kenapaa?"; dan "Bohoong...".
Biasa aja ya kayaknya kalo cuma dibaca gini. Tapi kalo yang udah nonton pasti tau deh apa yang saya maksud.
Scene yang jadi favorite saya diantara scene-scene pengocok perut lainnya adalah scene "makan di restoran". 
Alhasil, My Stupid Boss adalah hiburan yang murni bertujuan untuk bersenang tertawa bareng.
Haha... Gesrek!

Monday, May 9, 2016

[REVIEW] Ada Apa Dengan Cinta 2


Judul: Ada Apa Dengan Cinta 2

Sutradara: Riri Riza

Produser: Mira Lesmana
Penulis: Mira Lesmana, Prima Rusdi
Pemain: Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Titi Kamal, Adinia Wirasti, Sissy Prescillia
Distributor: Miles Films, Legacy Pictures

Menurut saya, masih belom bisa melampaui kedahsyatan AADC pertama. Tapi bukan berarti jelek juga. Kalo di AADC2 ini, scene dan dialog yang paling ngena bagi saya yaitu saat Cinta dan Rangga duduk berdua untuk pertama kali ketemu. Jujur saja, kuatnya scene ini mengingatkan saya dengan kuatnya scene awal di film Inglorious Basterds, dimana Cinta sebagai Hans Landa dan Rangga di posisi Tn. LaPadite. Begitu verbal mengintimidasi. Kalo bisa di-rewind, mungkin scene ini yang saya ulang terus. 



Urusan dialog sarkas khas AADC, dapet.
Urusan gambar-gambar indah, dapet.

Cuma ya itu, kurang memorable aja. Siapa yang sampe sekarang ga nyantol sama dialog, "Basi! Madingnya udah mau terbit", atau "Barusan saya ngelempar pulpen karena ada yang berisik di ruangan ini, saya gak mau pulpen itu balik ke muka saya karena saya berisik sama kamu", atau "Kamu tuh kalo bingung lebih nyenengin ya" daaaaan masih banyak lagi. Apa saya berlebihan kalo tiap dialog, scene, puisi sampe OST di AADC 1 itu memorable semua?

Bahkan, kalo saya lewat Kwitang-Senen saja saya berasa napak tilas AADC1.
Meski demikian AADC 2 merupakan sajian tepat untuk nostalgia karena  khas-khas AADC 1 masih kental di sini. Beberapa terasa dipaksakan, namun selebihnya lagi bikin "ini yang ngangenin".

Monday, May 2, 2016

[REVIEW] Captain America: Civil War


Judul: Captain America: Civil War
Sutradara: Anthony Russo & Joe Russo
Produser: Kevin Feige
Penulis: Christopher Marcus (screenplay), Stephen McFeely (screenplay), Mark Millar (comic book), Joe Simon (characters), Jack Kirby (characters)
Pemain: Chris Evans, Robert Downey Jr, Scarlett Johansson, Sebastian Stan, Anthony Mackie, Don Cheadle, Jeremy Renner, Chadwick Boseman, Paul Bettany, Elizabeth Olsen, Paul Rudd, Emily VanCamp, Tom Holland, Daniel Brühl
Distributor: Walt Disney Studios Motion Picture

Sinopsis:
Pasca aksi the Avengers di beberapa negara sebelumnya tanpa disangka menimbulkan banyak korban sipil tak bersalah. Kejadian ini membuat pemerintah setempat beserta para pemimpin perserikatan bangsa-bangsa harus mengambil tindakan tegas kepada para Avengers yang selama ini dinilai "main hakim sendiri" dengan membuat Perjanjian Sokovia yang bertujuan agar para Avengers bekerja dibawah atau tunduk atas pengawasan pemerintah. Atas rasa bersalah dan memang dianggap perlu, Tony Stark dkk menyetujui untuk menanda tangani perjanjian tsb. Namun tidak dengan sebagian Avengers lain, Steve Roger aka Captain America dkk. Hal ini sudah mampu memicu perpecahan di tubuh Avengers. Ditambah Bucky The Winter Soldier menjadi buronan kelas kakap karena dituduh sebagai dalang aksi pengeboman yang massive. Bagaimana nasib Avengers kali ini?

Review:
Membuat film superhero bukan perkara mudah. Punya fan base yang kuat serta tentu selalu berekspektasi tinggi mau tidak mau membuat pada film maker harus "membanting tulang" demi memenuhinya. Apalagi jika dalam satu film mempunyai banyak karakter superhero didalamnya.
Mengusung nama Civil War, installment ketiga dari Captain America ini memberikan standard tertinggi pencapaian MCU (Marvel Cinematic Universe). Yang tidak hanya kental unsur "senang-senang"-nya (khas Marvel seperti biasanya), namun juga secara mengejutkan memiliki plot cerita yang apik! 
Sebagaimana yang kita tahu bagaimana dibuat kecewanya banyak fans (termasuk saya) oleh BvS bulan lalu. Kemegahan trailer tidak serta-merta diamini oleh film keseluruhan. Villain yang mudah dilupakan, konflik yang terkesan dipaksakan. Beruntung tertolong dengan epicnya gambar, final battle dan tentu scene stealer apalagi kalo bukan oleh Wonder Woman. Masih bisa dimaafkan kalo mengingat BvS merupakan "gerbang" menuju JLA nanti, yang rasa-rasanya bakalan dahsyat.
Kembali ke Civil War, rasanya kredit patut diberikan selain kepada sang sutradara Russo bersaudara (yang sebelumnya juga berhasil menahkodai Captain America: Winter Soldier) juga kepada sederetan penulis naskah. Dengan begitu banyaknya karakter superhero, tidak lantas membuat tergopoh-gopoh dalam membangun plot cerita. Tidak begitu berat atau kelam, namun nyaman dinikmati. Semua bukan tanpa alasan. Tiap katakter mempunyai motifnya masing-masing.
  • Setia kawan: Capt-Bucky-Falcon // Tony-Rodhey-Vision
  • Balas budi: Clint-Wanda
  • Balas dendam: Black Panther-Winter Soldier
Mungkin hanya diperlukan sedikit ingatan dari refrensi film-film MCU sebelumnya saja agar lebih masuk ke dalam cerita. Kalo lupa pun, masih bisa mengikuti karena akan diterangkan disini. 
Aksi laga dahsyat yang diberikan diawal film merupakan "welcome drink" menuju aksi-aksi hebat selanjutnya. IMHO, kesan yang didapat dari trailernya biasa-biasa saja, sampai muncul Spider-Man yang menjadi spot dan buah bibir dimana-mana. Rasanya si keponakan Bibi May ini yang bakal menjadi pencuri perhatian. Mengalahkan Black Panther atau bahkan si tokoh utama film. Memang ada benarnya juga. Tapi apa yang kemudian diberikan di film?
Gak sampai disitu.
Kemunculan superhero-superhero baru maupun lama berhasil mencuri perhatian dengan kontribusinya (dan khasnya) masing-masing.
Pemilihan 2 karakter baru juga pas. Saya tidak mengikuti Black Panther, namun rasanya Chawick Boseman cocok memerankan Prince T'Challa aka Black Panther. Disisi lain, Tom Holland berhasil menjawab keraguan setelah pergulatan alot atas siapa tokoh yang pantas memerankan Peter Parker baru ini. Karenanya, banyak yang menanti spin-off dari dua karakter baru MCU ini. 
Selain dipenuhi oleh banyak aksi seru, bukan Marvel namanya kalo tidak bisa menyelipkan unsur humor di dalamnya. Gak heran setelah 2x menontonnya di bioskop, atmosfir yang didapat pun sama. Keriuhan penonton saat adegan di bandara ketika kedua kubu bertemu, serta keheningan masal akibat twist dipenghujung film. Twist yang menohok. Memainkan emosi penonton yang tadinya abu-abu menjadi jelas harus hitam atau putih, atau harus tetap abu-abu?
Harus saya akui, Captain America: Civil War adalah installment terbaik dari Marvel Cinematic Universe hingga saat ini. Bahkan dibandingkan The Avengers itu sendiri. Mau ga mau ini akan jadi PR bagi film-film MCU selanjutnya, karena harus meneruskan tongkat estafet dengan standar yang sudah sedemikian tingginya.
Oh iya, seperti biasa. Jangan lewatkan 2 credit scene penting. Satu di tengah, satu benar-benar diujung roll film setelah credit title benar-benar habis. Kudos!



Wednesday, April 6, 2016

[REVIEW] 10 Cloverfield Lane

Judul: 10 Cloverfield Lane
Sutradara: Dan Trachtenberg
Produser: JJ Abrams, Lindsey Weber
Penulis: John Campbell, Matthew Stuecken
Pemain: John Goodman, Mary Elizabeth Winstead, John Gallagher Jr.
Produksi: Bad Robot Productions
Distributor: Paramount Pictures


Sinopsis:
Seorang gadis bernama Michelle (Winstead) yang mengalami kecelakaan mendapati dirinya terbangun di dalam sebuah bunker milik Howard (Goodman) seorang berperawakan tambun nan misterius yang menolongnya dari kecelakaan tersebut. Atas informasi Howard, ia tidak hanya diselamatkan dari kecelakaannya saja, namun atas apa yang terjadi di atas sana. Michelle yang ragu akan gelagat dan motif Howard berusaha melarikan diri, tanpa ia ketahui bahaya apa yang mengintai dari atas sana.

Review:
Di tahun 2008 terdapat film berjudul Cloverfield mengenai sekumpulan anak muda yang lari dari serangan makhluk misterius raksasa yang memporak-porandakan seisi kota New York. Film bergaya founding footage yang di sutradarai oleh Matt Reeves (Dawn of the Planet of the apes) dan diproduseri juga oleh JJ Abrams (Super 8, Star Trek, Star Wars: The Force Awakens) ini sukses memacu adrenalin, seiring dengan rasa penasaran penonton akan wujud sang monster serta bagaimana kedatangannya.
Teknik founding footage—atau istilah gampangnya “hasil rekaman amatir" — memang efektif dan memiliki keseruan tersendiri, karena selain penonton berasa ikut di dalamnya juga kejadian di film seolah real. Contoh film-film dengan gaya ini antara lain: Blair Witch Project, Paranormal Activity, REC, Keramat, Chronicle, The Taking of Deborah Logan, As Above So Below, Project Almanac dan masih banyak lagi. Sedikit trivia, kedatangan monster di Cloverfield bisa dilihat di detik-detik akhir film dan memang perlu kejelian :D

Lanjut ke 10 Cloverfield Lane (selanjutnya disingkat 10CL), Abrams rupanya masih ingin mendalami kisah Cloverfield ini. Meski belum bisa dibilang bahwa 10CL adalah prekuel ataupun sekuel dari Cloverfield, namun 10CL masih ada hubungannya.
Sci-Fi dan invasi makhluk asing.

Meski kali ini tidak bergaya founding footage, tidak lantas 10CL kekurangan tensinya. Memang tidak sehingar-bingar dan se-dar der dor War of the World atau katakanlah Independence Day. Namun disinilah hebatnya. Kredit patut diberikan bagi penulis naskah, 10 CL didukung oleh naskah yang solid. Bagi yang mengikuti karya Abrams sebelumnya “Super 8” pasti sudah hafal gimana temponya. Perlahan tapi pasti, kemudian tensi meningkat berbarengan dengan kesimpulan yang mengejutkan.

Untuk deretan pemain takarannya pun pas. Kudos untuk Goodman (si Flintstone dan pengisi suara Sulley si monster besar berbulu biru di Desney Monster Inc & Monster University), perannya berhasil membuat tensi naik turun dan membuat kita bertanya-tanya akan motifnya. Tidak jarang penonton dibikin menahan napas oleh karakternya. Lalu untuk Winstead (The Thing, Scott Pilgril vs The World, Final Destination 3) memang tidak perlu diragukan lagi kekinyisan, eh...... maksudnya kematangan aktingnya. Berhasil membuat penonton juga ikut merasakan ketegangan demi ketegangan yang dialaminya. Gallagher Jr. yang memerankan Emmet juga pas porsinya untuk memberi penonton ‘nafas sejenak’ dengan tingkah lucunya.

Sayangnya kemunculan poster kedua jadi mengurangi twist apa sebenarnya yang terjadi di luar sana. Padahal lewat trailernya sudah berhasil memancing kekepoan. Saya pun bertanya-tanya, “alien, moster, wabah, apa zombie nih?”. Belom juga nonton, eeeh... udah”disuapin” aja sama poster kedua. Poster versi pertama dan poster versi IMAX-nya sudah cukup pas padahal. 

Secara pribadi, saya sangat menikmati film Sci-Fi invasi “gelap” seperti Super 8 (JJ Abrams), Monster (Gareth Edward), Dark Skies (Scott Stewart), serta Signs (M. Night Shyamalan). Hadirnya 10CL membuat saya seolah encore, “We want more! We want more!”.
Bukan karena kurang puas, melainkan karena nagih.

Wednesday, March 23, 2016

[REVIEW] Batman v Superman: Dawn of Justice

Judul: Batman v Superman: Dawn of Justice
Sutradara: Zack Snyder
Produser: Charles Roven, Deborah Snyder
Penulis: Chris Terrio, David S. Goyer
Pemain: Ben Affleck, Henry Cavill, Amy Adams, Jesse Eisenberg, Gal Gadot
Produksi: DC Entertainment
Distributor: Warner Bros Pictures



Langsung aja deh.
Saya juga hati-hati nih demi menghindari spoiler.
Bingung juga nih.
Gini, menurut hemat saya filmnya terlalu dibikin sedramatis dan sepuitis mungkin. Durasi 2h33m berasa lama. Entah karena dari trailer filmnya yang udah berkata banyak. Sehingga kita hanya menunggu keluar saja apa yang terpapar di trailer.
Sudah bukan rahasia kalo BvS: DoJ adalah gerbang untuk Justice League, dan disini akan dibuka siapa aja superhero yang bakal gabung. Bagi cewe-cewe kayaknya bakal histeris begitu tau siapa salah satu pemeran anggota JL ini nanti (inisial EM!). Tapi kayaknya untuk adik-adik kita BvS lebih susah dikunyah ketimbang parade superhero dari komik sebelah.

Tiap sutradara Batman punya versi Batman-nya masing-masing. Tim Burton, Christopher Nolan, dan yang teranyar Zack Snyder. Kalo gue pribadi, masih belom bisa dibikin move on dari versi Nolah oleh Snyder. Tapi Snyder sudah keren banget dengan Superman-nya!

Begitu pula di sisi villain. Saya bukan pembaca setia komik, tapi apa benar Lex sekikuk itu? Atau dulu sehepi itu? Saya tidak dibuat peduli sama villain(s) yang ada. Misal mau mati ya mati aja situ. Ga seperti Jokernya Ledger yang sulit tergantikan. Saya juga sangsi Leto bisa mengisi peran ini nanti di Suicide Squad. Semoga perkiraan saya salah. Tapi kayaknya peran yang salah hanya untuk Eisenberg yang berperan sebagai Lex.

Kemudian terlalu banyak CGI juga. Beda dengan Nolan yang tipikal minim CGI.
Masing-masing gayanya sih. Tapi ya capek juga mata ini tau kalo lagi dikibulin.
Meski demikian masih ada beberapa kejutan, baku hantam seru dan scene-scene cantik yang bikin merinding (mirip di komiknya).

Juga Gal Gadot yang awalnya diragukan untuk mengisi peran Wonder Woman, berhasil mencuri perhatian. Sayang banget dilewatkan (doi cakepan tanpa make up deh... Beda banget sebelum dan sesudah jadi Wonder Woman <3 Bikin makin ga sabar aja nunggu spin off-nya).
Melihat clue-clue yang hadir, kayaknya bakalan dahsyat ini sekuelnya.

Tonton sebelum meme-meme spoiler berterbangan.