Director :
Joko Anwar
Casts :
Fachri Albar, Marsha Timothy, Ario Bayu, Otto Djauhari, Tio Pakusadewo, Hendiar
Amroe
Sebelumnya, jangan buru-buru berasumsi kalo ini film yang berat,
mikir, and bikin pusing untuk ditonton. Saya pribadi termasuk orang kurang bisa
nangkep untuk nonton film-film berat. Pertama kali menontonnya tahun 2010-2011. Pertama kali menonton memang
bingung. Beruntung saya dapet DVD ori-nya baru-baru ini, sehingga saya bisa
menonton untuk kedua kalinya dan total. Jadi yang kita butuhin untuk bisa
‘menikmati’ film ini adalah dengan tekad untuk fokus selama kurang lebih 90
menit terhadap film dan ceritanya, atau justru tanpa baca review sebelumnya :D
Oke, kita lanjut. Mungkin ini
kali pertama saya me-review dan mengupas habis suatu film. Jarang-jarang saya mereview film secara
penuh. Kecuali kalau benar-benar filmnya recommended dan karena keterbatasan
saya mengenai dunia review-mereview film membuat saya khawatir kalo nanti jatuhnya
malah spoiler atau ngasih bocoran. Jadi
ujung-ujungnya saya biasa hanya kasih rekomendasi singkat. Jika ada yang hi-recommended
saya akan berkoar di twitter, dan
tidak menyebut judul film jika filmnya tidak recommended atau biasa-biasa aja (Karena ada sebagian orang yang
punya maksud “pamer udah nonton” dibalik twit-nya yang berbau rekomendasi). Tapi
demi film yang menurut saya luar biasa ini – dengan amat hati-hati (pada bagian
sinopsis) guna menghindari spoiler bagi yang belum nonton – saya ingin menebar
apa yang saya rasakan agar para temen-temen semua bisa ikut merasakan apa yang
saya rasakan dari pengalaman saya setelah menonton film ini. Dengan alasan ini
saya membagi dua tulisan saya:
- 1. Part untuk yang belum nonton; dan
- 2. Part untuk yang sudah nonton.
Ini adalah part untuk yang BELUM menonton. Mulai dari sini, sinopsis sampai ke review. Untuk part bagi yang SUDAH menonton, bisa melanjutkan
membaca sampai kesimpulan sampai seterusnya (symbol,
clues, easter eggs). Mohon maaf kalau mungkin sinopsis dan review yang saya maksud jatohnya bukan
baku sinopsis atau review karena
keterbatasan pengetahuan saya akan istilah-istilah perfilman. Ini tribute dari saya untuk film yang saya
cintai dan bangga ini.
Sebagai orang Indonesia, boleh
dibilang saya bangga sineas kita bisa bikin film seperti ini. Mengapa demikian?
Karena bagi film lokal, tema, jalan cerita dan gaya film seperti ini belum
pernah ada sebelumnya. Seperti “mata air” di antara gurun film cinta-cintaan
dan horor absurd kala itu. Mungkin
ini yang memang menjadi trademark
tersendiri bagi sang sutradara Joko Anwar yang jika kita tela’ah lagi
film-filmnya, ya seperti itulah gayanya. Yang kalo boleh saya bilang, Stylish, Mindf*ck, Unusuall, dan “_____”
(untuk kata terakhir ini saya simpan bagi Anda yang sudah nonton dan saya
ungkap di bagian pembahasan dengan pertimbangan spoiler).
Synopsis:
Cerita tentang Gambir (Fachri
Albar), seorang seniman patung yang mempunyai kehidupan yang semua orang
impikan: istri cantik, sukses, teman-teman setia. Bukan tanpa alasan ia sukses
membuat patung yang sempurna. Adalah Talyda (Marsha Timothy), seorang wanita
cantik istri Gambir yang secara tidak langsung memberikan “sentuhan” bagi
patung perdana Gambir yang akhirnya menjadi ciri khas patung –patung buatannya.
Hanya saja Gambir mempunyai kelemahan, yaitu ia lemah dalam mengendalikan
pendiriannya, ditambah ia memiliki rasa keingin-tahuan yang tinggi dan selalu
dipenuhi segala tanda tanya dalam dirinya. Hingga disuatu waktu disaat membuat
patung, ia menemukan sebuah pintu tersembunyi tergembok di dalam rumahnya
sendiri yang selama ini ia tempati. Keingin-tahuannya
membuat ia ingin mendobrak pintu itu dan mencari tahu ada apa di dalamnya.
Namun, Talyda meminta agar ia jangan sampai masuk maupun tahu apa yang ada di
dalam pintu itu.
Rasa keingin-tahuan Gambir bertambah dengan adanya pesan yang berisi
minta pertolongan yang mengarah ke dirinya. Awalnya Gambir tidak
mempedulikannya, sampai pesan itu benar-benar menggangu kesehariannya melalui
tulisan di depan pintu rumahnya, pesan kertas, telepon misterius, maupun tulisan
di tembok. Gambir yang tertekan atas rasa keingin-tahuannya bersikeras mencari
tahu darimana pesan itu berasal. Hingga suatu waktu tulisan itu mengarah kedalam
tempat/klub misterius bernama Herosase, yang (lagi-lagi) ia dan siapa pun tidak boleh tahu tempat
apa itu.
Kemudian setelah sadar tulisan itu benar-benar ada, ia mendapatkan
hasil bahwa pesan itu berasal dari seorang anak sekitar 6-7 tahun yang
sehari-hari disiksa ibunya. Sanggupkah Gambir menolong anak kecil yang disiksa
itu? Apa yang ada dibalik pintu itu sampai-sampai Talyda benar-benar
melarangnya untuk tahu? Klub misterius apakah itu sebenarnya? Rasa keingin
tahuan Gambir yang makin menumpuk ini membawa Gambir untuk menolong anak
tersebut hingga akhirnya memperoleh jawaban. Yang mungkin seharusnya Gambir
tidak perlu tanya.
Review:
Kalo boleh dibilang, film produksi
Life Like Picture yang diangkat dari Novel karya Sekar Ayu Asmara ini adalah masterpiece dari seorang Joko Anwar.
Joko seperti menemukan “jodoh”-nya. Disini ide-ide gila nan idealis Joko bisa
disambut baik dan sejalan dengan sang produser, Sheila Timothy. Beliau
memberikan kepercayaan penuh terhadap Joko untuk membuat film dengan gaya dan idealisnya
tersebut. Dan benar saja, akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa.
Dengan kekuatan cerita itu
sendiri, deretan cast yang masing-masing berkarakter serta setting yang
menawan. Menelurkan film yang benar-benar layak secara utuh. Terlihat jelas kalo
masing-masing karakter disini memiliki kekuatannya masing-masing. Gambir yang
amat curious dan lemah pendirian.
Talyda yang cantik, mandul dan misterius. Dandung yang bijak dan cerdas. Rio
yang jagoan dan envy. Serta karakter pendukung lainnya seperti Koh Jimmy (Tio
Pakusadewo) yang licik dan penjilat serta Ibu Gambir (Henidar Amroe) yang
dingin.
Sepanjang film saya dibuat
penasaran dengan apa yang terjadi
sebenarnya. Ini membuat saya ingin benar-benar menangkap tiap dialog dan scene sepanjang film. Seperti tidak
sabar, menerka-nerka apa yang terjadi, kemudian menyimpulkan sendiri. Sehingga
saat film mencapai puncak dan selesai, barulah pertanyaan-pertanaan itu
terjawab secara berurut. Ini membuat saya sadar bahwa saya terlalu cepat
menyimpulkan.
Dialog-dialog yang dibangun
sepanjang film juga cerdas. Dari awal film sampai akhir. Perhatikan dialog antara
Gambir dan Dandung di cafe, atau Gambir dengan Ibunya di scene meja makan. Yes, saya
amat terpukau dengan acting psycho Fachri Albar. Gongnya amat terasa
saat scene meja makan ini. Saya
benar-benar merinding mendengar dialognya Fachri tersebut. Saya sarankan pasang
dengan volume ideal jika Anda menontonnya lagi. Jangan terlalu kecil. Karena,
disinilah inti dari film ini menurut saya. Ya, film ini membawa kita dari satu
rahasia, ke rahasia lainnya.
Jika Anda sudah menonton filmnya
dan ingin memperdalam lagi, silahkan klik disini PEMBAHASAN. Namun bagi yang
belum menonton, saya mohon demi kenikmatan utuh Anda menonton, untuk stop membacanya
sampai disini. Selamat menonton :)
Note: Versi DVD-nya bener-bener
bikin puas. Udah bening, sound oke, bonus n special feature lengkap, trus tampilannya
full screen! Udah gitu cover kemasannya
3D . Oh iya, untuk sebagian orang menilai kalo cover filmnya terlalu vulgar.
Bagi saya, (lagi-lagi) mereka terlalu cepat menyimpulkan :D
No comments:
Post a Comment