Wednesday, May 25, 2016

[REVIEW] X-Men: Apocalypse

Judul: X-Men: Apocalypse
Sutradara: Brian Singer
Produser: Simon Kinberg, Lauren Shuler Doner, Bryan Singer
Penulis: Simon Kinberg, Bryan Singer, Michael Dougherty, Dan Harris
Pemain: James McAvoy, Michael Fassender, Jennifer Lawrence, Oscar Issac, Nicholas Hoult, Sophie Turner, Rose Byrne, Evan Peters, Tye Sheridan, Kodi Smit Mc-Phee, Olivia Munn, Ben Hardy, Alexandra Shipp
Distributor: 20th Century Fox


Sinopsis:
Setelah insiden atas Presiden Amerika yang melibatkan Magneto dan Raven di satu dekede sebelumnya, membuat Magneto menjadi mutan-buronan yang paling di cari. Membuatnya mengasingkan diri mencoba kehidupan baru yang lebih damai.
Sementara mutan pertama dan terkuat di muka bumi, En Sabah Nur, bangkit dari tidur lanjangnya dan berniat "membersihkan" bumi agar menjadi seperti sedia kala. Mengetahui hal ini dan dampaknya yang berarti "kiamat" membuat Prof Charles Xavier (James McAvoy) berserta jejeran mutan muda harus bahu membahu melawan mutan terkuat beserta para The Four Horseman-nya yang baru.

Review:
Seperti haram hukumnya untuk menilai film sebelum menyaksikannya langsung. Mau respon positif atau negatif yang keburu masuk telinga, tetap saja tidak boleh buru-buru ngejudge.
Begitu pula dengan X-Men: Apocalypse ini. Meski lebih dulu tayang di Indonesia, X-Men: Apocalypse sudah terlebih dulu mendapat kritikan miring dengan "rapot" jeblok di situs kenamaan pemberi rate film berlambangkan tomat itu. Saya sendiri sebenarnya sudah bisa mengira-ngira begitu lihat trailer-nya yang menunjukan hingar-bingar special efex komputer.
Tapi, saya masih mempertahankan ekspektasi saya terhadap film ini, tidak mau percaya begitu saja karena saya setia mengikuti franchise X-Men.
Terlebih ada sosok Olivia Munn yang memainkan mutan baru, Psylocke ehehee..

Dibuka dengan meyakinkan, suasana penduduk mesir yang sedang melakukan ritual terhadap penguasa terkuat sekaligus mutan pertama di bumi, bernama En Sabah Nur (Oscar Isaac). Pemandangan epic ini berhasil meyakinkan saya kalo ini bakal wah. Hingga akhirnya konstan dicekoki oleh visual efek-visual efek yang ruamenya bukan main. Beberapa malah terlihat masih kasar. 
Seperti terus-terusan diberi makanan enak. Pertama akan terasa enak. Asik. Tapi kalo udah kenyang dan dijejelin terus, apa yang bakal dirasain? 

Enek.

Tidak terbantu oleh sisi cerita yang juga lempeng-lempeng saja (memang alur waktu di Apocalypse lurus-lurus saja, tidak seperti Days of Future Past yang maju mundur). Konflik apa yang bisa diharapkan? Justru kisah dari Erik "Magneto" Lehnserr (Michael Fassbender) yang lebih bisa mencuri perhatian. Dibanding latar belakang mutan-mutan lainnya.
Keteteran karena begitu banyaknya superhero mutan? Bisa jadi.
Beberapa mutan juga tidak dimaksimalkan kehadiran dan kekuatannya. Baik mutan baik dan mutan jahat.

Serba nanggung.

Cuma aksi Peter "Quick Silver" Maximoff (Evan Peters) yang paling asik ruangnya disini. Kembali menjadi pencuri perhatian seperti yang dilakukannya di X-Men: Days of Future Past. 
Tokoh antagonis utama yang sedari awal menunjukan kalo sakti bukan main, juga berakhir begitu saja.

(Kenapa ga digituin aja sedari awal? Film jadi bisa langsung kelar di paruh pertama--pikir saya).


Bertambah kekecewaan saya mana kala Olivia Munn tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Hanya pemanis saja. Aksinya juga hilang begitu saja dibenak ingatan seperti cara hilangnya Psylocke di penghujung film yang BEGITU SAJA, setelah lebih banyak petantang-petenteng tebar pesona. Rasanya Snyder dengan Batman v Superman-nya masih bisa dimaafkan karena bisa memaksimalkan hadirnya Gal Gadot sebagai Wonder Woman. Siapa yang tidak ingat adegan saat Wonder Women jatuh, terus menyeringai bangkit melawan Doomsday? Hayooo...
Ya, penantian panjang saya terhadap kontribusi Olivia Munn di film ini pupus sudah :'(

Meski demikian tidak semuanya buruk kok. Seperti aksi menawan Quick Silver dibeberapa scene, juga akting Michael Fassbender yang bener-bener apik. Perhatikan deh. Memang aktor watak jempolan.
Kalo boleh membanding-bandingkan, saya sih lebih kecantol oleh dua film X-Men kepemimpinan Charles "McAvoy" sebelumnya, First Class dan Days of Future Past.

Sedikit trivia:
Ada yang lucu.
Terdapat dialog para murid saat keluar dari bioskop,

"the 3rd movie in any series is the worst"

Lha iya kalo berdasarkan urutan rilisnya:
X-Men
X-Men 2
X-Men III: The Last Stand
X-Men: First Class
X-Men : Days of Future Past
X-Men: Apocalypse.

Tapi kalo dirunut berdasarkan time line-nya, kan jadi:
X-Men: First Class
X-Men : Days of Future Past
X-Men: Apocalypse
X-Men
X-Men 2
X-Men III: The Last Stand

Nah loh! Sama-sama third movie :))
Bukan saya yang bilang lho yaa :D

Jangan buru-buru keluar begitu film rampung, karena terdapat satu credit scene setelah credit title benar-benar habis.

Monday, May 23, 2016

[REVIEW] My Stupid Boss

Judul: My Stupid Boss
Sutradara: Upi
Produser: Frederica
Penulis: Upi
Pemain: Reza Rahardian, Bunga Citra Lestari, Alex Abbad
Distributor: Falcon Pictures


Geleng-geleng sambil nyengir adalah respon pertama saya begitu melihat trailer dari film ini. Apa lagi kalo bukan atas ke-"gesrek"an Reza Rahardian memainkan karakter Boss yang "nyentrik" atau.... Unik ini.

Berkisah tentang Diana seorang istri yang tinggal di Malaysia karena keperluan suaminya bekerja. Merasa bosan karena menganggur 3 bulan membuat Diana ingin bekerja lagi. Singkat cerita, ia diterima sebagai kepala administrasi (Kerani - bahasa Malaysia) di suatu kantor milik orang Indonesia yang menamakan dirinya, Bossman. Kelakuan Bossman yang ajaib ini membuat Diana kesal, makan hati, sampai perang batin tiap harinya. Apakah Diana menyerah begitu saja?

Film yang di sutradari oleh Upi (30 Hari Mencari Cinta, Realita Cinta dan Rock n Roll, Belenggu) ini kembali mempertemukan Reza Rahardian - BCL kembali setelah menjadi pasangan yang serasi di film box office Habibi dan Ainun. 

Saya yakin, tujuan utama orang - atau katakanlah kebanyakan orang - untuk menonton film ini adalah ingin tertawa melihat Reza memerankan Tokoh Bossman ini. Gendut, kepala botak, berkumis lele, semena-mena, dan ngeselin.


Ya, terbayar.

Hampir di keseluruhan film, kita akan dibuat tertawa dan geleng-geleng oleh tingkah "semena-mena" Bossman terhadap Diana dan 4 karyawan lainnya. Gak peduli seberapa bosennya kamu melihat Reza lagi Reza lagi, kamu akan berhasil dibuai (dibikin kesel) oleh karakter yang Reza mainkan.


Tapi bukan tanpa celah. Mempunyai cerita yang datar adalah hal pertama yang saya rasakan. Memang ga ada konflik yang berarti banget selain hanya ikut merasakan kedongkolan Kerani Diana terhadap Bossman. Beruntung hal itu tertutupi oleh akting Reza yang "rusuh" itu. Toh setelah liat materi promonya, tujuan kita nonton film ini mengerucut menjadi ingin dibuat ketawa saja. 

Pemilihan beberapa track melayu sebagai musik pengiring juga pas. Apalagi saat scene musik Cindai itu. 
Disamping kekocakan yang diberi, tidak disangka My Stupid Boss juga memberikan moment menyentuh tanpa harus cengeng. Cukup dengan tatapan mata BCL dan juga dua dialognya yang masih terngiang-ngiang di kepala saya, yaitu:
"Pak.. Bapak kenapaa?"; dan "Bohoong...".
Biasa aja ya kayaknya kalo cuma dibaca gini. Tapi kalo yang udah nonton pasti tau deh apa yang saya maksud.
Scene yang jadi favorite saya diantara scene-scene pengocok perut lainnya adalah scene "makan di restoran". 
Alhasil, My Stupid Boss adalah hiburan yang murni bertujuan untuk bersenang tertawa bareng.
Haha... Gesrek!

Monday, May 9, 2016

[REVIEW] Ada Apa Dengan Cinta 2


Judul: Ada Apa Dengan Cinta 2

Sutradara: Riri Riza

Produser: Mira Lesmana
Penulis: Mira Lesmana, Prima Rusdi
Pemain: Dian Sastrowardoyo, Nicholas Saputra, Titi Kamal, Adinia Wirasti, Sissy Prescillia
Distributor: Miles Films, Legacy Pictures

Menurut saya, masih belom bisa melampaui kedahsyatan AADC pertama. Tapi bukan berarti jelek juga. Kalo di AADC2 ini, scene dan dialog yang paling ngena bagi saya yaitu saat Cinta dan Rangga duduk berdua untuk pertama kali ketemu. Jujur saja, kuatnya scene ini mengingatkan saya dengan kuatnya scene awal di film Inglorious Basterds, dimana Cinta sebagai Hans Landa dan Rangga di posisi Tn. LaPadite. Begitu verbal mengintimidasi. Kalo bisa di-rewind, mungkin scene ini yang saya ulang terus. 



Urusan dialog sarkas khas AADC, dapet.
Urusan gambar-gambar indah, dapet.

Cuma ya itu, kurang memorable aja. Siapa yang sampe sekarang ga nyantol sama dialog, "Basi! Madingnya udah mau terbit", atau "Barusan saya ngelempar pulpen karena ada yang berisik di ruangan ini, saya gak mau pulpen itu balik ke muka saya karena saya berisik sama kamu", atau "Kamu tuh kalo bingung lebih nyenengin ya" daaaaan masih banyak lagi. Apa saya berlebihan kalo tiap dialog, scene, puisi sampe OST di AADC 1 itu memorable semua?

Bahkan, kalo saya lewat Kwitang-Senen saja saya berasa napak tilas AADC1.
Meski demikian AADC 2 merupakan sajian tepat untuk nostalgia karena  khas-khas AADC 1 masih kental di sini. Beberapa terasa dipaksakan, namun selebihnya lagi bikin "ini yang ngangenin".

Monday, May 2, 2016

[REVIEW] Captain America: Civil War


Judul: Captain America: Civil War
Sutradara: Anthony Russo & Joe Russo
Produser: Kevin Feige
Penulis: Christopher Marcus (screenplay), Stephen McFeely (screenplay), Mark Millar (comic book), Joe Simon (characters), Jack Kirby (characters)
Pemain: Chris Evans, Robert Downey Jr, Scarlett Johansson, Sebastian Stan, Anthony Mackie, Don Cheadle, Jeremy Renner, Chadwick Boseman, Paul Bettany, Elizabeth Olsen, Paul Rudd, Emily VanCamp, Tom Holland, Daniel Brühl
Distributor: Walt Disney Studios Motion Picture

Sinopsis:
Pasca aksi the Avengers di beberapa negara sebelumnya tanpa disangka menimbulkan banyak korban sipil tak bersalah. Kejadian ini membuat pemerintah setempat beserta para pemimpin perserikatan bangsa-bangsa harus mengambil tindakan tegas kepada para Avengers yang selama ini dinilai "main hakim sendiri" dengan membuat Perjanjian Sokovia yang bertujuan agar para Avengers bekerja dibawah atau tunduk atas pengawasan pemerintah. Atas rasa bersalah dan memang dianggap perlu, Tony Stark dkk menyetujui untuk menanda tangani perjanjian tsb. Namun tidak dengan sebagian Avengers lain, Steve Roger aka Captain America dkk. Hal ini sudah mampu memicu perpecahan di tubuh Avengers. Ditambah Bucky The Winter Soldier menjadi buronan kelas kakap karena dituduh sebagai dalang aksi pengeboman yang massive. Bagaimana nasib Avengers kali ini?

Review:
Membuat film superhero bukan perkara mudah. Punya fan base yang kuat serta tentu selalu berekspektasi tinggi mau tidak mau membuat pada film maker harus "membanting tulang" demi memenuhinya. Apalagi jika dalam satu film mempunyai banyak karakter superhero didalamnya.
Mengusung nama Civil War, installment ketiga dari Captain America ini memberikan standard tertinggi pencapaian MCU (Marvel Cinematic Universe). Yang tidak hanya kental unsur "senang-senang"-nya (khas Marvel seperti biasanya), namun juga secara mengejutkan memiliki plot cerita yang apik! 
Sebagaimana yang kita tahu bagaimana dibuat kecewanya banyak fans (termasuk saya) oleh BvS bulan lalu. Kemegahan trailer tidak serta-merta diamini oleh film keseluruhan. Villain yang mudah dilupakan, konflik yang terkesan dipaksakan. Beruntung tertolong dengan epicnya gambar, final battle dan tentu scene stealer apalagi kalo bukan oleh Wonder Woman. Masih bisa dimaafkan kalo mengingat BvS merupakan "gerbang" menuju JLA nanti, yang rasa-rasanya bakalan dahsyat.
Kembali ke Civil War, rasanya kredit patut diberikan selain kepada sang sutradara Russo bersaudara (yang sebelumnya juga berhasil menahkodai Captain America: Winter Soldier) juga kepada sederetan penulis naskah. Dengan begitu banyaknya karakter superhero, tidak lantas membuat tergopoh-gopoh dalam membangun plot cerita. Tidak begitu berat atau kelam, namun nyaman dinikmati. Semua bukan tanpa alasan. Tiap katakter mempunyai motifnya masing-masing.
  • Setia kawan: Capt-Bucky-Falcon // Tony-Rodhey-Vision
  • Balas budi: Clint-Wanda
  • Balas dendam: Black Panther-Winter Soldier
Mungkin hanya diperlukan sedikit ingatan dari refrensi film-film MCU sebelumnya saja agar lebih masuk ke dalam cerita. Kalo lupa pun, masih bisa mengikuti karena akan diterangkan disini. 
Aksi laga dahsyat yang diberikan diawal film merupakan "welcome drink" menuju aksi-aksi hebat selanjutnya. IMHO, kesan yang didapat dari trailernya biasa-biasa saja, sampai muncul Spider-Man yang menjadi spot dan buah bibir dimana-mana. Rasanya si keponakan Bibi May ini yang bakal menjadi pencuri perhatian. Mengalahkan Black Panther atau bahkan si tokoh utama film. Memang ada benarnya juga. Tapi apa yang kemudian diberikan di film?
Gak sampai disitu.
Kemunculan superhero-superhero baru maupun lama berhasil mencuri perhatian dengan kontribusinya (dan khasnya) masing-masing.
Pemilihan 2 karakter baru juga pas. Saya tidak mengikuti Black Panther, namun rasanya Chawick Boseman cocok memerankan Prince T'Challa aka Black Panther. Disisi lain, Tom Holland berhasil menjawab keraguan setelah pergulatan alot atas siapa tokoh yang pantas memerankan Peter Parker baru ini. Karenanya, banyak yang menanti spin-off dari dua karakter baru MCU ini. 
Selain dipenuhi oleh banyak aksi seru, bukan Marvel namanya kalo tidak bisa menyelipkan unsur humor di dalamnya. Gak heran setelah 2x menontonnya di bioskop, atmosfir yang didapat pun sama. Keriuhan penonton saat adegan di bandara ketika kedua kubu bertemu, serta keheningan masal akibat twist dipenghujung film. Twist yang menohok. Memainkan emosi penonton yang tadinya abu-abu menjadi jelas harus hitam atau putih, atau harus tetap abu-abu?
Harus saya akui, Captain America: Civil War adalah installment terbaik dari Marvel Cinematic Universe hingga saat ini. Bahkan dibandingkan The Avengers itu sendiri. Mau ga mau ini akan jadi PR bagi film-film MCU selanjutnya, karena harus meneruskan tongkat estafet dengan standar yang sudah sedemikian tingginya.
Oh iya, seperti biasa. Jangan lewatkan 2 credit scene penting. Satu di tengah, satu benar-benar diujung roll film setelah credit title benar-benar habis. Kudos!